Powered By Blogger

Sabtu, 11 Januari 2014

Tugas 4

Nama : Karyudha Jaya Kaban
NPM : 23210852
Kelas : 4EB18


1. Jelaskan bagaimana audit sosial independen dan mekanisme perlindungan formal dapat mendorong perilaku etis ?
Jawab :
Audit Sosial Independen => Rasa takut tertangkap bisa menjadi pencegah yang penting untuk perilaku yang tidak etis. Audit social yang independen yang mengevaluasi keputusan dan praktek manajemen dalam hal kode etik organisasi. Meningkatkan hal itu. Sebuah program etika yang efektif mungkin membutuhkan keduanya untuk menjaga integritas, auditor harus bertanggung jawab kepada dewan direktur perusahaan dan menyajikan temuan langsung ke mereka. Susunan ini memberikan pengarahan kepada auditor dan mengurangi kesempatan untuk balas dendam dari mereka yang diaudit.

Mekanisme Perlindungan Formal => Karyawan yang menghadapi dilema akan etika membutuhkan mekanisme perlindungan sehingga mereka dapat melakukan apa yang benar tanpa takut akan teguran. Sebuah organisasi mungkin menunjuk konselor etis bagi karyawan yang menghadapi dilema etika. Para penasehat mungkin juga menganjurkan alternatif tindakan etis yang “benar”. Organisasi-organisasi lain telah menunjuk petugas etika yang mendesain, mengatur, dan memodifikasi program etika suatu organisasi yang di perlukan.
Sumber : http://syifa-syifafauziah.blogspot.com/2014_01_01_archive.html

2. jelaskan tahap perkembangan moral menurut lawrence Kohlberg?
Jawab :
Tahap – tahap perkembangan Moral Menurut Lawrence Kohlberg
Dalam penelitiannya Lawrence Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat” yang masing-masing dibagi lagi atas 2 “tahap”. ketiga “tingkat” itu adalah tingkatprakonvensional, konvensional dan pasca-konvensional.
Tahap prakonvensional sering kali berperilaku “baik” dan tanggap terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun ia menafsirkan semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari segi kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut label tentang yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia empat hingga sepuluh tahun.
Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan sebagai tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada tingkat ini, anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera dan nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan tatanan sosial itu.
Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan, terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu.
Pada tingkat prakonvensional kita menemukan:
Tahap I
Orientasi hukuman dan kepatuhan: Orientasi pada hukuman dan rasa hormat yang tak dipersoalkan terhadap kekuasan yang lebih tinggi. Akibat fisik tindakan, terlepas arti atau nilai manusiawinya, menentukan sifat baik dan sifat buruk dari tindakan ini.
Tahap 2
Orientasi relativis-intrumental: Perbuatan yang benar adalah perbuatan yang secara instrumental memuaskan kebutuhan individu sendiri dan kadang-kadang kebutuhan orang lain. Hubungan antarmanusia dipandang seperti hubungan di tempat umum. Terdapat unsur-unsur kewajaran, timbal-balik, dan persamaan pembagian, akan tetapi semuanya itu selalu ditafsirkan secara fisis pragmatis, timbal-balik adalah soal ”Jika anda menggaruk punggungku, nanti aku akan menggaruk punggungmu”, dan ini bukan soal kesetiaan, rasa terima kasih atau keadilan.
Pada tingkat konvensional kita menemukan:
Tahap 3
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau Orientasi ”Anak manis”: Orientasi ”anak manis”. Perilaku yang baik adalah perilaku yang menyenangkan atau membantu orang lain, dan yang disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas dengan gambaran-gambaran stereotip mengenai apa yang diangap tingkah laku mayoritas atau tingkah laku yang ’wajar’. Perilaku kerap kali dinilai menurut niat, ungkapan ”ia bermaksud baik” untuk pertama kalinya menjadi penting dan digunakan secara berlebih-lebihan. Orang mencari persetujuan dengan berperilaku ”baik”.
Tahap 4
Orientasi hukum dan ketertiban: Orientasi kepada otoritas, peraturan yang pasti dan pemeliharaan tata aturan sosial. Perbuatan yang benar adalah menjalankan tugas, memperlihatkan rasa hormat terhadap otoritas, dan pemeliharaan tata aturan sosial tertentu demi tata aturan itu sendiri. Orang mendapatan rasa hormat dengan berperilaku menurut kewajibannya.
Pada tingkat pasca-konvensional kita melihat:
Tahap 5
Orientasi kontrak sosial legalistis: Suatu orientasi kontrak sosial, umumnya bernada dasar legalistis dan utilitarian. Perbuatan yang benar cenderung didefinisikan dari segi hak-hak bersama dan ukuran-ukuran yang telah diuji secara kritis dan disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat suatu kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai-nilai dan pendapat-pedapat pribadi serta suatu tekanan pada prosedur yang sesuai untuk mencapai kesepakatan. terlepas dari apa yang disepakati secara konstitusional dan demokratis, yang benar dan yang salah merupakan soal ”nilai” dan ”pendapat” pribadi. hasilnya adalah suatu tekanan atas ”sudut pandangan legal”, tetapi dengan menggarisbawahi kemungkinan perubahan hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai kegunaan sodial dan bukan membuatnya beku dalam kerangka ”hukum dan ketertiban” seperti pada gaya tahap 4. Di luar bidang legal, persetujuan dan kontrak bebas merupakan unsur-unsur pengikat unsur-unsur kewajiban. Inilah moralitas ”resmi” pemerintahan Amerika Serikat dan mendapatkan dasar alasannya dalam pemikiran para penyusun Undang-Undang.
Tahap 6
Orientasi Prinsip Etika Universal: Orientasi pada keputusan suara hati dan pada prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri, yang mengacu pada pemaham logis, menyeluruh, universalitas dan konsistensi. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas, kategoris imperatif). Prinsip-prinsip itu adalah prinsip-prinsip universal mengenai keadilan, timbal-balik, dan persamaan hak asasi manusia, serta rasa hormat terhadap martabat manusia sebai person individual.
Sumber:http://alifiaz.blogspot.com/2013/04/perkembangan-moral-menurut-lawrence.html


3.jelaskan pendekatan “wortel dan tongkat” atau the carrot and stick concept ?
Jawab :
Teori wortel dan tongkat tentang motivasi (seperti teori fisika Newton) berlaku dengan baik di bawah situasi tertentu. Alat pemuas kebutuhan psikologi manusia dan dalam batas tertentu kebutuhan keamanan dapat disediakan atau tidak diberikan oleh manajemen. Pekerjaan itu juga merupakan alat demikian juga uaph kerja, kondisi kerja dan keuntungan. Dengan alat-alat tersebut individu dapat dikendalikan selama dia berusaha untuk mencari nafkah.
Tetapi teori wortel dan tongkat tidak berlaku sekaligus jika seseorang telah mencapai level penghidupan yang cukup dan termotivasi akan kebutuhan pada level yang lebih tinggi. Manajemen tidak dapat menyedia kanrasa hormat pada diri untuk seseorang, atau rasa hormat dari kelompoknya atau pemuasan kebutuhan akan pemenuhan diri. Ini dapat menciptakan suatu kondisi dimana dia didorong untuk mencari pemuasan bagi dirinya sendiri atau ini dapat menghalanginya dengan gagalnya terciptanya kondisi itu.
Tetapi penciptaan kondisi tersebut bukanlah kendali. Ini bukanlah alat yang bagus untuk mengarahkan perilaku. Dan sehingga manajemen menemukan dirinya pada posisi yang ganjil. Standar kehidupan tinggi yang diciptakan oleh teknologi modern menyediakan pemenuhan kebutuhan psikologi dan kebutuhan keamanan secara mencukupi. Pengecualian yang cukup signifikan adalah dimana praktek manajemen tidak dapat menciptakan kepercayaan diri—dan maka dari itu kebutuhan keamanan terhalangi. Tetapi dengan membuat pemuasan yang memungkinkan akan kebutuhan level rendah, manajemen menghalangi dirinya sendiri terhadap kemampuan untuk menggunakan hal-hal yang dipercaya oleh teori konvensional—penghargaan, janji, insentif atau ancaman dan alat pemaksa lainnya—sebagai motivator.
Filosofi manajemen tentang arahan dan kendali—dengan mengabaikan keras atau lemahnya—tidaklah cukupuntuk memotivasi karena kebutuhan manusia yang menggunakan pendekatan ini sekarang menjadi motivator perilaku yang tidak penting. Arahan dan kendali menjadi tidak berfungsi dalam memotivasi orang-orang yang kebutuhan pentingnya adalah kebutuhan sosial dan egoistis. Pendekatan keras maupun lemah gagal karena tidak lagi relevan dengan situasi sekarang.
Orang-orang yang kehilangan kesempatan untuk memenuhi kebutuhan yang penting bagi diri mereka di tempat kerja berlaku tepat seperti yang diperkirakan—dengan kemalasan, sikap pasif tidak mau berubah, kurang bertanggung jawab, kemauan mengikuti peminpin, permintaan tak beralasan akan keuntungan ekonomis. Hal ini akan membuat kita terlihat terjebak dalam jaring yang kita buat sendiri.
Sumber : masroed.wordpress.com/2011/09/09/sisi-perusahaan-dari-manusia/


4.carilah beberapa contoh perilaku tidak etis(min 5)?
Jawab :
Contoh perilaku tidak etis :
1. penjualan produk ke luar negeri yang sudah terbukti merusak kesehatan dan tidak diperbolehkan didalam negeri
2. perusahaan makanan bayi yang memaksakan suatu formula bagi bayi dibanyak negara miskin sementara air susu ibu akan lebih sehat bagi bayi
3. mengambil barang-barang kantor untuk dibawa pulang
4. berbohong dengan alasan sakit untuk menutupi pekejaan yang tidak beres
5. perusahaan membayar upah pekerja yang rendah dibeberapa negara berkembang untuk membuat sepatu mereka yang berharga tinggi
6. penipuan produk yang tidak sesuai dengan yang ditawarkan
7. penjualan produk yang sudah kadarluwarsa
Sumber : http://putrivina.blogspot.com/?view=classic

5. Apa yang dimaksud dengan :
a. Penyimpangan ditempat kerja adalah perilaku tidak etis yang melanggar norma-norma organisasi mengenai benar atau salah.
b. Penyimpangan hak milik adalah Perilaku tidak etis terhadap harta milik perusahaan. Misalnya: menyabot, mencuri atau merusak peralatan, mengenakan tarif jasa yang lebih tinggi dan mengambil kelebihannya, menipu jumlah jam kerja, mencuri dari perusahaan lain.
c. Penyimpangan politik yaitu menggunakan pengaruh seseorang untuk merugikan orang lain dalam perusahaan. Misalnya: mengambil keputusan berdasarkan pilih kasih dan bukan kinerja, menyebarkan kabar burung tentang rekan kerja, menuduh orang lain atas kesalahan yang tidak dibuat.
d. Penyimpangan produksi adalah Perilaku tidak etis dengan merusak mutu dan jumlah hasil produksi. Misalnya: pulang lebih awal, beristirahat lebih lama, sengaja bekerja lamban, sengaja membuang-buang sumber daya.
Sumber : http://blog.stie-mce.ac.id/rina/2011/11/14/etika-manajerial/

Jumat, 22 November 2013

Tugas 3

1. Bagaimana Budaya Organisasi Dapat Mempengaruhi Perilaku Etis

Budaya organisasi sangatlah penting bagi spesialis HR dalam memahami konsep budaya organisasi. Budaya organisasi dapat mempengaruhi cara orang dalam berperilaku dan harus menjadi patokan dalam setiap program pengembangan organisasi dan kebijakan yang diambil. Hal ini terkait dengan bagaimana budaya itu mempengaruhi organisasi dan bagaimana suatu budaya itu dapat dikelola oleh organisasi.

Sumber : http://adamyusaprijal.blogspot.com/2012/11/budaya-organisasi-dapat-mempengaruhi.html

2. Gambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku etis dan tidak etis !
Faktor yang mempengaruhi Perilaku Etika. Tiga fakto utamanya, yaitu :
1. Perbedaan Budaya.
Perilaku bisnis orang Indonesia tentu saja berbeda dengan Negara lain. Hal yang sama, daerah atau kota tertentu berbeda perilaku bisnisnya dengan daerah lain.
2. Pengetahuan.
Semakin banyak hal yang diketahui dan semakin baik seseorang memahami suatu situasi, semakin baik pula kesempatannya dalam membuat keputusan-keputusan yang etis. Ketidaktahuan bukanlah alasan yang dapat diterima dalam pandangan hukum, termasuk masalah etika.
3. Perilaku Organisasi
Dasar etika bisnis adalah bersifat kesadaran etis dan meliputi standar-standar perilaku. Banyak organisasi menyadari betul perlunya menetapkan peraturan-peraturan perusahaan terkait perilaku dan menyediakan tenaga pelatih untuk memperkenalkan dan memberi pemahaman tentang permasalahan etika.

Faktor yang menyebabkan pelanggaran etika :
1. Kebutuhan individu : Korupsi alasan ekonomi
2. Tidak ada pedoman : Area “abu-abu”, sehingga tak ada panduan
3. Perilaku dan kebiasaan individu : Kebiasaan yang terakumulasi tak dikoreksi
4. Lingkungan tidak etis: Pengaruh dari komunitas
5. Perilaku orang yang ditiru : Efek primordialisme yang kebablasan

http://dunialouis.blogspot.com/2012/10/faktor-yang-mempengaruhi-etika.html
http://ramutz.blogspot.com/2012/10/perilaku-etika-dalam-bisnis.html

3. Faktor apakah yang mempengaruhi etika secara internasional ?
· Kejujuran
· Integritas
· Objektivitas
· Perilaku Profesional
· Tanggung Jawab
http://auliarahmanchan.blogspot.com/2013/01/faktor-yang-mempengaruhi-etika-secara.html

4. Jelaskan cara menggunakan proses seleksi karyawan untuk mendorong perilaku etis di perusahaan?
Penampilan karyawan, baik yang bersifat fisik maupun mental, memiliki pengaruh bagi pembentukan citra perusahaan. Oleh karena itu etika yang baik perlu benar-benar ditanamkan dalam perilaku karyawan. Bagaimana mewujudkannya, berikut ini kami sampaikan tujuh cara untuk mendorong perilaku etis karyawan :

1. Berilah teladan perilaku yang Anda harapkan dari bawahan
2. Kembangkanlah Kode etik formal yang tertulis
3. Hukumlah setiap karyawan yang melanggar kode etik
4. Adakan sesi pelatihan mengenai bagaimana mengatasi situasi tidak etis
5. Dengarkanlah karyawan yang mempunyai keluhan sebelum mereka menyebarkannya keluar
6. Tetapkanlah standar seleksi dan promosi yang mengukuhkan perilaku etik
7. Tetapkanlah etika dan moralitas sebagai bahan pokok dalam kultur perusahaan

http://karuniarinaldo.blogspot.com/2012/06/jawabantugas-bagian-i-1.html

Sabtu, 26 Oktober 2013

Tulisan 1

Kasus Dugaan Korupsi Simulator SIM

JAKARTA, KOMPAS.com — Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menjerat tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) diapresiasi. Langkah itu dinilai efektif untuk mengembalikan harta negara.
"Sejatinya, pengusutan kasus-kasus korupsi memang harus ditujukan untuk mengembalikan kerugian negara yang disebabkan tindakan korupsi selain memberikan sanksi pidana bagi yang melakukan," kata anggota Komisi III DPR, Ahmad Basarah, di Jakarta, Selasa (15/1/2013 ).
Sebelumnya, selain dijerat dugaan korupsi terkait proyek pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) saat masih menjabat Kepala Korps Lalu Lintas Polri, Djoko juga dijerat TPPU.
Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal itu mengatur soal pidana tambahan berupa penggantian uang kerugian negara. Perampasan barang bergerak atau tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi oleh seorang terdakwa.
Basarah mengatakan, Djoko tak perlu gusar atas penetapan pasal baru itu jika merasa hartanya sah secara hukum. Sebagai penegak hukum, kata politisi PDI-P itu, Djoko tentu tahu betul cara melindungi hartanya yang memang menjadi haknya.
"Djoko juga berhak mendapat keadilan atas hartanya yang dia peroleh secara sah, baik dalam kapasitasnya sebagai perwira tinggi Polri maupun kegiatan usaha lain yang sah. Jadi, biarkanlah proses hukum yang sudah dijalankan KPK berjalan sesuai koridornya," kata dia.
Basarah menambahkan, terkait penggunaan Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor, KPK harus belajar dari proses hukum terdakwa Angelina Sondakh alias Angie. Dalam vonis Angie, majelis hakim Pengadilan Tipikor tak sependapat dengan jaksa KPK terkait penggunaan pasal tersebut.
"Putusan itu (Angie) dapat dijadikan pelajaran bagi KPK untuk mengubah strategi penuntutannya dalam kasus Djoko agar tidak mengulangi kegagalannya pada tingkat pertama itu," kata Basarah.
Seperti diberitakan, Djoko diduga menyembunyikan, menyamarkan, mengubah bentuk hartanya yang ditengarai berasal dari. Dalam kasus simulator SIM, Djoko diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain sehingga merugikan keuangan negara.
Kerugian negara yang muncul dalam kasus ini mencapai Rp 100 miliar. Selain itu, Djoko juga diduga menerima aliran dana Rp 2 miliar dari pihak rekanan proyek simulator SIM. Pihak Djoko membantah semua sangkaan itu.

Analisis: Dari kasus diatas telah melanggar kode etik publik. Karena telah menyembunyikan, menyamarkan, mengubah bentuk hartanya yang ditengarai berasal dari. Dalam kasus simulator SIM, Djoko diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan penyalahgunaan wewenang untuk menguntungkan diri sendiri atau pihak lain sehingga merugikan keuangan negara. Jelas telah menyalah gunakan harta negara dan membohongi publik karena ulah yang diperbuat sendiri.
Sumber : http://nelvia83.blogspot.com/2013_05_01_archive.html

Tugas 2

Nama : Karydha Jaya Kaban
NPM : 23210852
Kelas : 4EB18

Jelaskan faktor-faktor yang menentukan intensitas etika dari keputusan!
Jawab :
a. Besarnya akibat adalah jumlah kerugian atau keuntungan yang dihasilkan dari suatu keputusan etika. Makin banyak orang yang dirugikan atau semakin besar kerugian yang diderita oleh orang-orang itu, maka semakin besar akibatnya.
b. Kesepakatan social adalah kesepakatan apakah suatu perilaku itu baik atau buruk. Sebagai contoh, selain dari tindakan mempertahankan diri, banyak orang belum sepakat apakah membunuh adalah salah. Namun, banyak orang belum sepakat terhadap aborsi atau hukuman mati.
c. Kemungkinan akibat adalah kesempatan dimana sesuatu akan terjadi dan kerugian bagi orang lain. Misalnya, kamungkinan akibat adalah rokok. Kita tahu bahwa merokok akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan jantung, penyakit kanker, paru-paru, impotensi, dan gangguan pada janin.
d. Kesiapan sementara adalah waktu diantara tindakan dengan akibat yang ditimbulkannya. Kesiapan sementara lebih kuat apabilamanajer harus memberhentikan karyawan minggu depan dibandingkan dengan tiga bulan kedepan.
e. Kedekatan akibat adalah jarak social, kejiwaan, budaya, atau fisik dari pengambil keputusan dengan mereka yang terkena dampak dari keputusannya.
f. Konsentrasi akibat adalah seberapa besar suatu tindakan mempengaruhi rata-rata

http://hartiningrum.blogspot.com/2013/10/etika-profesi-akuntansi-tugas-2.html

Jelaskan prinsip-prinsip pengambilan keputusan yang etis!
Keputusan etis merupakan suatu keputusan yang harus dibuat oleh setiap profesional yang mengabdi pada suatu bidang pekerjaan tertentu, contohnya dalam bidang akuntansi. Di Amerika pernah dilakukan survey O‟Clock dan Okleshen (1993) dalam Darsinah (2005) (dikutip oleh Devaluisa, 2009) yang menemukan bahwa profesi akuntan dianggap sebagai salah satu profesi yang paling etis. Oleh karena itu dalam membuat suatu keputusan etis, seorang profesional akuntansi pasti akan mengacu pada kode etik profesi.
Dua prinsip yang dapat digunakan sebagai acuan dimensi etis dalam pengambilan keputusan (Nofieiman, 2006) yaitu :
1. Prinsip Consequentialist Konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya ialah keputusan dinilai etis atau tidak berdasarkan konsekuensi (dampak) keputusan tersebut.
2. Prinsip Nonconsequentialist Terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk/panduan pengambilan keputusan etis dan berdasarkan alasan bukan akibat (konsekuensi).
a. Prinsip Hak Menjamin hak asasi manusia. Hak ini berhubungan dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
b. Prinsip Keadilan Keadilan biasanya terkait dengan isu hak, kejujuran,dan kesamaan
http://stiepena.ac.id/wp-content/uploads/2012/11/pena-fokus-vol-2-no-1-1-10.pdf


Jelaskan suap (bribery) merupakan suatu tindakan yang tidak etis dengan memberikan sebuah contoh (contoh perorangan berbeda) !
JAWAB :
Suap (Bribery) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Contoh :
Baru-baru ini, contoh pejabat publik yang terjerat kasus suap adalah Wali Kota Bekasi Mochtar Muhammad. Pada Oktober 2011 lalu, Wali Kota Bekasi Moctar Muhammad sujud syukur setelah Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis bebas. Namun kebahagiaan itu tidak berlangsung lama, Mahkamah Agung (MA) menganulir keputusan bebas Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pindana Korupsi. MA berdalih bahwa politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu terbukti menyuap dan menerima suap. MA menjelaskan, Mochtar terbukti melakukan penyuapan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Jawa Barat. Modusnya, ia meminta pimpinan satuan kerja di Pemerintah Kota Bekasi untuk menyisihkan dua persen uang proyek sampai terkumpul Rp 4,5 miliar. Atas perintah Mochtar, Rp 4 miliar itu diberikan kepada anggota DPRD Jawa Barat agar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kota Bekasi segera disetujui. Kasus serupa menimpa Soemarmo, wali kota Semarang. Pria yang juga diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menjadi tersangka dalam kasus suap pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Perubahan 2012. Pria yang sebelumnya berkarir sebagai sekretaris daerah ini telah ditahan di Rumah Tahanan Kelas I Cipinang selama 20 hari Sejak 30 Maret lalu. Kasusnya terungkap setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap 2 Anggota DPRD Sumartono dan Agung Pumo Sarjono serta Sekda Akhmat Zaenuri pada Oktober 2011 lalu. Ketiganya telah ditahan lebih dulu.
http://yendyzone.blogspot.com/2013/10/etika-profesi-akuntansi.html

Selasa, 24 September 2013

Tugas 1

1. Apa yang dimaksud dengan etika
Jawab:
Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi
yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati.
Sumber : http://januarsutrisnoyayan.wordpress.com/2008/10/27/apa-itu-etika/

2. Bagaimanakah tahap perkembangan moral, karakteristik individu dan variavbel struktural mempengaruhi keputusan manajer untuk berprilaku etis atau tidak etis ?
Jawab:
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg
Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
Individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.
2. Orientasi minat pribadi( Apa untungnya buat saya?)
menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.”

Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas(Sikap anak baik)
seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial(Moralitas hukum dan aturan)
penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.

Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.
6. Prinsip etika universal(Principled conscience)
penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg

3. Apa Kode etik itu dan bagaimana meningkatkan keefektifannya?
Jawab:
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional
Cara meningkatkan keefektifan nya menurut saya dengan cara
Menjunjung tinggi martabat profesi
Melindungi pihak yang menjadi layanan profesi dari perbuatan mal-praktik.
Meningkatkan kualitas profesi.
Menjaga status profesi.
Menegakkan ikatan antara tenaga professional dengan profesi yang disandangnya
Sumber : http://bagasirawanganteng.blogspot.com/2013/04/pengertian-etika-dari-asal-usul-kata.html

4. Bagaimana manajer mengambil keputusan yang etis ?
Jawab:
1. Menentukan fakta-fakta
2. Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi-situasi dari sudut pandang mereka
3. Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut dengan “imajinasi moral”
4. Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi para pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif berdasarkan:
* Konsekuensi-konsekuensi
* Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip
* Dampak bagi integritas dan karakter pribadi
5. Membuat sebuah keputusan
6. Memantau hasil
Sumber : http://icka-imckaz.blogspot.com/2012/10/pengambilan-keputusan-yang-etis-dalam.html

5. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan intensitas etika dan dari keputusan?
Jawab:
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang menyangkut masalah etis, yaitu :
1. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu soal tanpa menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-undang yang masih merupakan daerah kelabu.
2. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan me-nentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu mudah untuk dilanggar.
3. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan faktor-faktor mana yang secara etis hanya dipedomankan oleh para manajer. Namun sayangnya di banyak organisasi, standar etis ini sering tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti prosedur pelaksanaannya. Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati nurani manajer untuk mematuhinya.
4. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan norma satu kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok masyarakat lainnya.
5. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga membuat rumitnya tugas manajer. Norma pribadi sebagai warga masyarakat sering bentrok dengan kepentingan organisasi.
Sumber : http://nusando.blogspot.com/2009/01/etika-manajerial.html





Jumat, 28 Juni 2013

Indonesian Economic Law

Faces discuss economic law in Indonesia, such as whether the actual face of economic law in Indonesia? Obviously an issue that is often discussed by many people, both the young and old alike.
Like the fact that we see and hear, the face of economic law in Indonesia is changing, getting worse even weirder.
Why not, such cases we often hear, Indonesian law has changed and even reversed.
As an example the case of chicken thief, thief sandals and other trivial cases more in priority than the larger cases such as cases of corruption that have been booming once in various television channels and print media.
Although it should be in the trivial case prosecute to completion so the law is upheld, but why the other high-profile cases such as the cases of corruption in until thoroughly investigate too?
I do not know what to think by law enforcement, perhaps it is the easiest and best decision for them.

But not just a case of corruption by corrupt officials and thieves plaguing the society case, but other cases that lead to the interest of people management is also increasingly bizarre.
Examples of cases we often hear such difficult jobs such as clearing license enterprises, factories and schools.
Indeed, in some regions imposed restrictions on land clearing businesses and schools, that causes excess (too much) in the region. But the ground reality and the school is fairly little effort. a lot of people of reproductive age who do not find work so well with school age children who are not able to get an education. That is because more and more people, so many jobs and school absence were also affected then it is better if the government took care of distributing land business establishments and schools to the more evenly spread.

It is ironic not permit that could turn out to be difficult in that led to blackmail as experienced by PT. Tower Bersama, one of the companies engaged in construction services.
The company is experiencing barriers for the umpteenth time in the manufacture of building permits BTS tower.
The company felt cheated by the Integrated Licensing Service Office (KPPT) new city district in the manufacture of IMB (Building Permit)
Initially they already feel is complicated by cost issues are considered very burdensome levy employers, they are supposed to pay around Rp. 6 million, but they are required to pay approximately USD 15 million, which is more severe there kontuksi other service companies that are required to pay more than that.

Of cases experienced by the PT.tower, Another well as permitting the establishment of mini-cases in Surabaya known to at least 300 stores and modern well networked community property not yet have an operating license as that put forward by M. Gondut Saragih independent consultant.
Apparently besangkutan business owners who have been trying to take care of licensing in accordance with the appeal from the Department of Trade and Industry (Industry and Trade) Surabaya City Government, but ironically the maintenance process lasts long enough. Despite holding a Building Permit (IMB) and Hinder Ordinatie (Ho), to obtain the business license process to drag on.

Strange is not it? both cases PT. Tower and minimarket business establishment, the management letter of permission impressed lasts long enough even complicated, of the maintenance process, even to levy charges of extortion cases occurred.
Perhaps in the case of the establishment of a mini market is somewhat limited, which could see the construction of mini-lethal small businesses such as cafes and shop owners. But arguably limited mini can be easily constructed even built without building permits.
Strangely they try making mini entrepreneurs building permit, means in fact they are Indonesian citizens is not good?

Well the problem is why the permit process is long and hard?
When viewed from the case of mini-government development why not intend to limit the amount of time in the beginning to tell the business owners or institutions involved in the business development, the restriction of new building program? instead let the minimarket business already built. From the care of one by one minimarket already in possession of a permit is pretty tiring, it is better if made a rule to all prospective owners and agencies who helped establish minimarket minimarket about limiting the amount established in the area for the purpose.
When viewed from the case of PT. Tower-making in difficult for license as implied intention in the form of extortion to the PT and other kontuksi services company.

Of these cases clearly face of economic law in Indonesia has been tarnished, not to mention other cases such as the case of illegal levies that are within the company which has hurt the company's workers.

Such as the following case examples are quoted from metrotvnews.comternyata problems of low wages are often in perguncingkan for this is not due to the inability and unwillingness of the company to pay wages, due to matters outside of bipartite relations workers and employers. One is the high cost of illegal fees to be incurred by the company. "So the company funds that should be allocated for the salaries of the company used to pay bribes to state agencies to ensure the continuity of the course of the company," said Director of the Institute for Development of Economic and Finance Indonesia (INDEF) Enny Sri Hartati, in a discussion titled 'Workers Complaining '"at Cafe Warung Daun, Cikini, Jakarta, Saturday (4/2). Happens to the costs incurred were used to bribe here and there that certainly spend the cash the company itself.

Once again ironic face of economic law in Indonesia, wanted to build a company that can develop the nation and help save the community in seeking livelihood was once again delayed.
How can the chain of poverty in this nation can be stopped when various parktik mafia still exist and are not enforced.



Completion:
Should the law enforcers to punish indiscriminately
and punishment for corruption should also be more severe in comparison thief let alone flip-flops and it was minors
And hope of the various cases that occur can be a good lesson for all government agencies, businesses and communities to be more sensitive to the rampant practice of legal mafia,
As well as a task for the government and the state to enforce the law and prosecute practices that this nation can be changed for the better, but do not be unjust to the truth.

Featured Ads Misleading And Dangerous But Hearts Society

Development of print and electronic media which has been expanding rapidly at the moment, has been used as a very precise tool for business people in order to introduce products and services that result to the general public. Of course, the businesses products and / or advertising, should conduct raids interesting information, which can "lure" people's hearts. This is inevitably necessary because business people have to each other "competing" to fight heart of society, from the "onslaught" of advertising and promotions offered by its competitors.
It's a perfectly natural thing alone, if the ads are displayed via print and electronic media are ads that tend to be aggressive and tend to be dramatizing a products and services they offer. Nevertheless, it is still business people and entrepreneurs goods advertising should not create ads that are misleading, refract, and harm to its users.
Problems in practice occurs when the ads that appear in the mass media has clearly committed acts against the deception-deception can be dangerous and detrimental to the people who use it. It is very clearly felt, if we look at some of the ads that have been circulating in the community. Such as, advertising anti mosquito spray and fuel that has the freshness of fragrant aroma that seems to be free and safe to breathe, to ads anti mosquito lotion that smoothes the skin as if it could be used as a moisturizer and skin care.
Ironically, the ads were likely to mislead and harm, it has absorbed directly by most people, especially by children. This has been experienced by some children co-author, who directly inhale the freshness deliberately anti mosquito that had just sprayed by her parents to repel mosquitoes and insects. More tragically, it turns out anti-mosquito chemical often used as an air freshener, perfume substitute a safer space to breathe.
Of course, the ads are interesting and convincing, can give an impression, that the products have been widely advertised to the public has been assured that the security level. In fact, when reviewing in some cases in the past, who suspect some anti-mosquito drugs have harmful substances that can damage the nervous system and also lung cancer, because the anti-mosquito drugs have a substance called propoxur, transfluthrin, or dichlorvos (DDVP) , which is a derivative of chlorine substance that has long been declared dangerous and forbidden to use freely. In addition, of course, every drug has been created by anti mosquito insect killer toxins, so the freshness of scented anti mosquito is still very dangerous to be inhaled by humans.
Another example, is a mosquito repellent lotion ads that claim to give you smooth skin, as it contains vitamin E and aloe vera. In fact when reviewing the content of which is owned by mosquito repellent lotion, then the mosquito repellent lotion contained poison called Diethyltoluamide (DEET), which is a substance that has a corrosive properties. This can be proved by putting mosquito repellent in plastic containers, PVC, or iron, because within a few weeks, containers made from these materials will be prone to erosion (korosit), which can be seen easily by the five senses that we have .
When reviewing the Law no. 8, 1999 as applicable consumer protection laws, then every employer is prohibited to promote and advertise goods and services are not properly or as if true, using redundant words, such as safe, harmless, no risk or side effects particular, without a clear and complete description. In addition, employers are also prohibited from promoting, advertising or making statements that are untrue or misleading, about the dangers of the use of goods produced and advertised (Section 9-10).
Furthermore, the error of the ads that are likely to mislead and harm consumers, can also be charged to the company advertising is concerned, as in Article 17 and Article 20 of Consumer Protection Act, has made it clear that business advertising is prohibited to produce ads that contain false information , false, or improper about the goods and / or services, in addition to not contain sufficient information about the risks clearly caused by the use of goods and / or services in question. However, specific businesses conducting production and management of goods, shall be exempt from liability for losses suffered by consumers, if the defect is caused, born after followed standard regulations on the production and management of goods, or due to negligence by the consumer itself (Article 27).
Regardless of the actual obligations must be performed by entrepreneurs goods and advertising, should as a society, we must continue to broaden their knowledge, in order to know clearly about each function, content, until about ways to use the items to be used, as a step prevention in the face of "onslaught" advertisements "misleading" the public.

Completion:
The manufacturers should it be smarter in making ads do not just think that in order to promote goods more salable than competitor products
Especially when that witness is minors who do not understand what's what
And the parents should be very instructive to see what the child