1. Apa yang dimaksud dengan etika
Jawab:
Pada pengertian yang paling dasar, etika adalah sistem nilai pribadi
yang digunakan memutuskan apa yang benar, atau apa yang paling tepat, dalam suatu situasi tertentu; memutuskan apa yang konsisten dengan sistem nilai yang ada dalam organisasi dan diri pribadi.
Kata etika berasal dari bahasa Yunani, ethos atau taetha yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kebiasaan atau adat istiadat. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles, etika digunakan untuk menunjukkan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma moral, perintah, tindakan kebajikan dan suara hati.
Sumber : http://januarsutrisnoyayan.wordpress.com/2008/10/27/apa-itu-etika/
2. Bagaimanakah tahap perkembangan moral, karakteristik individu dan variavbel struktural mempengaruhi keputusan manajer untuk berprilaku etis atau tidak etis ?
Jawab:
Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral seseorang berdasarkan perkembangan penalaran moralnya seperti yang diungkapkan oleh Lawrence Kohlberg
Tahapan-tahapan
Keenam tahapan perkembangan moral dari Kolhlberg dikelompokkan ke dalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, dan pasca-konvensional.
Tingkat 1 (Pra-Konvensional)
Tingkat pra-konvensional dari penalaran moral umumnya ada pada anak-anak, walaupun orang dewasa juga dapat menunjukkan penalaran dalam tahap ini. Seseorang yang berada dalam tingkat pra-konvensional menilai moralitas dari suatu tindakan berdasarkan konsekuensinya langsung. Tingkat pra-konvensional terdiri dari dua tahapan awal dalam perkembangan moral, dan murni melihat diri dalam bentuk egosentris.
1. Orientasi kepatuhan dan hukuman
Individu-individu memfokuskan diri pada konsekuensi langsung dari tindakan mereka yang dirasakan sendiri. Sebagai contoh, suatu tindakan dianggap salah secara moral bila orang yang melakukannya dihukum. Semakin keras hukuman diberikan dianggap semakin salah tindakan itu.
2. Orientasi minat pribadi( Apa untungnya buat saya?)
menempati posisi apa untungnya buat saya, perilaku yang benar didefinisikan dengan apa yang paling diminatinya. Penalaran tahap dua kurang menunjukkan perhatian pada kebutuhan orang lain, hanya sampai tahap bila kebutuhan itu juga berpengaruh terhadap kebutuhannya sendiri, seperti “kamu garuk punggungku, dan akan kugaruk juga punggungmu.”
Tingkat 2 (Konvensional)
3. Orientasi keserasian interpersonal dan konformitas(Sikap anak baik)
seseorang memasuki masyarakat dan memiliki peran sosial. Individu mau menerima persetujuan atau ketidaksetujuan dari orang-orang lain karena hal tersebut merefleksikan persetujuan masyarakat terhadap peran yang dimilikinya. Mereka mencoba menjadi seorang anak baik untuk memenuhi harapan tersebut
4. Orientasi otoritas dan pemeliharaan aturan sosial(Moralitas hukum dan aturan)
penting untuk mematuhi hukum, keputusan, dan konvensi sosial karena berguna dalam memelihara fungsi dari masyarakat. Penalaran moral dalam tahap empat lebih dari sekedar kebutuhan akan penerimaan individual seperti dalam tahap tiga; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Idealisme utama sering menentukan apa yang benar dan apa yang salah, seperti dalam kasus fundamentalisme. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga akan begitu - sehingga ada kewajiban atau tugas untuk mematuhi hukum dan aturan. Bila seseorang melanggar hukum, maka ia salah secara moral, sehingga celaan menjadi faktor yang signifikan dalam tahap ini karena memisahkan yang buruk dari yang baik.
Tingkat 3 (Pasca-Konvensional)
5. Orientasi kontrak sosial
individu-individu dipandang sebagai memiliki pendapat-pendapat dan nilai-nilai yang berbeda, dan adalah penting bahwa mereka dihormati dan dihargai tanpa memihak. Permasalahan yang tidak dianggap sebagai relatif seperti kehidupan dan pilihan jangan sampai ditahan atau dihambat. Kenyataannya, tidak ada pilihan yang pasti benar atau absolut - 'memang anda siapa membuat keputusan kalau yang lain tidak'? Sejalan dengan itu, hukum dilihat sebagai kontrak sosial dan bukannya keputusan kaku. Aturan-aturan yang tidak mengakibatkan kesejahteraan sosial harus diubah bila perlu demi terpenuhinya kebaikan terbanyak untuk sebanyak-banyaknya orang.
6. Prinsip etika universal(Principled conscience)
penalaran moral berdasar pada penalaran abstrak menggunakan prinsip etika universal. Hukum hanya valid bila berdasar pada keadilan, dan komitmen terhadap keadilan juga menyertakan keharusan untuk tidak mematuhi hukum yang tidak adil. Hak tidak perlu sebagai kontrak sosial dan tidak penting untuk tindakan moral deontis. Keputusan dihasilkan secara kategoris dalam cara yang absolut dan bukannya secara hipotetis secara kondisional
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Tahap_perkembangan_moral_Kohlberg
3. Apa Kode etik itu dan bagaimana meningkatkan keefektifannya?
Jawab:
Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional
Cara meningkatkan keefektifan nya menurut saya dengan cara
Menjunjung tinggi martabat profesi
Melindungi pihak yang menjadi layanan profesi dari perbuatan mal-praktik.
Meningkatkan kualitas profesi.
Menjaga status profesi.
Menegakkan ikatan antara tenaga professional dengan profesi yang disandangnya
Sumber : http://bagasirawanganteng.blogspot.com/2013/04/pengertian-etika-dari-asal-usul-kata.html
4. Bagaimana manajer mengambil keputusan yang etis ?
Jawab:
1. Menentukan fakta-fakta
2. Mengidentifikasi para pemegang kepentingan dan mempertimbangkan situasi-situasi dari sudut pandang mereka
3. Mempertimbangkan alternatif-alternatif yang tersedia juga disebut dengan “imajinasi moral”
4. Mempertimbangkan bagaimana sebuah keputusan dapat memengaruhi para pemegang kepentingan, membandingkan dan mempertimbangkan alternatif-alternatif berdasarkan:
* Konsekuensi-konsekuensi
* Kewajiban-kewajiban, hak-hak, prinsip-prinsip
* Dampak bagi integritas dan karakter pribadi
5. Membuat sebuah keputusan
6. Memantau hasil
Sumber : http://icka-imckaz.blogspot.com/2012/10/pengambilan-keputusan-yang-etis-dalam.html
5. Jelaskan faktor-faktor yang menentukan intensitas etika dan dari keputusan?
Jawab:
Robert J. Mockler mengutarakan lima faktor yang mempengaruhi keputusan yang menyangkut masalah etis, yaitu :
1. Undang-undang yang memberi batasan standar etis yang minim sesuatu soal tanpa menghiraukan adanya hal-hal yang tercakup oleh undang-undang yang masih merupakan daerah kelabu.
2. Peraturan-peraturan pemerintah yang menyederhanakan soal dengan me-nentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, maupun masih terlalu mudah untuk dilanggar.
3. Kode etik organisasi dan usaha yang juga nampak menyaderhanakan faktor-faktor mana yang secara etis hanya dipedomankan oleh para manajer. Namun sayangnya di banyak organisasi, standar etis ini sering tidak jelas secara tertulis sehingga sukar diikuti prosedur pelaksanaannya. Bahkan yang tertulis pun masih dituntut sikap jujur dan hati nurani manajer untuk mematuhinya.
4. Desakan sosial malah membuat ruwetnya masalah etik ini karena nilai dan norma satu kelompok masyarakat tidak sesuai dengan kelompok masyarakat lainnya.
5. Ketegangan antara norma pribadi dengan kebutuhan organisasi juga membuat rumitnya tugas manajer. Norma pribadi sebagai warga masyarakat sering bentrok dengan kepentingan organisasi.
Sumber : http://nusando.blogspot.com/2009/01/etika-manajerial.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar