Powered By Blogger

Minggu, 01 April 2012

Melihat Daya Tarik Indonesia Bagi Para Penanam Modal Asing

Nama : Karyudha Jaya Kaban
Npm : 23210852
Kelas : 2EB18
Tugas Khusus 5



Sehubungan dengan rangka menarik para penanam modal dalam dan luar negri, daerah tujuan penanaman modal harus memiliki daya tarik yang lebih baik dari pada daerah-daerah lainnya. Daya tarik ini, dapat berbentuk kebijakan-kebijakan politik yang bersahabat, hukum-hukum yang dapat diterapkan, serta dinamika social yang relative stabil, di samping sumber daya lain yang dimiliki oleh daerah tujuan penanaman modal itu sendiri.
Apabila penulis mengkaji Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, maka terlihat bahwa kebijakan-kebijakan politik pemerintah dan hukum-hukum yang akan dibangun, merupakan kebijakan-kebijakan dan hukum-hukum yang bersahabat untuk para penanam modal dan lingkungan social setempat, karena apabila meninjau Pasal 3 sebagai azas dan tujuan penanaman modal menjelaskan bahwa, penanaman modal yang dilakukan dalam Republik Indonesia haruslah berlandaskan atas azas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, perlakuan yang sama yang tidak membedakan asal negara, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta azas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Sehingga, penanaman modal yang telah dilakukan, dapat memenuhi tujuan penanaman modal itu sendiri. Seperti bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional, meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil, serta bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Apabila meninjau pendapat Cheryl W Gray mengenai prasyarat agar suatu sistem hukum dapat berfungsi dengan baik dalam ekonomi pasar, maka sistem hukum tersebut harus memiliki tiga prasyarat yang perlu diperhatikan, yaitu :1
1. Tersedianya hukum yang ramah terhadap pasar (market-friendly laws);
2. Adanya kelembagaan yang mampu secara efektif menerapkan dan menegakkan hukum yang bersangkutan;
3. Adanya kebutuhan dari para pelaku pasar atas hukum dan perundang-undangan yang dimaksud.
Permasalahan kurang tertariknya para penanam modal dalam dan luar negri, sebenarnya hanyalah berupa hambatan untuk menciptakan sistem hukum yang market friendly dalam negara-negara berkembang, seperti pembentukan hukum di negara berkembang yang menghadapi persoalan untuk melaksanakan secara bersamaan mengenai ketiga tahap pembangunan hukum yang berhubungan dengan politik yang dilewati negara-negara modern industrial, yaitu tahapan unifikasi, tahapan industrialisasi dan tahapan social welfare.2
Adapun hambatan-hambatan dalam menjalankan ketiga tahapan oleh negara-negara yang sedang berkembang, lebih lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut.3
1. Permasalahan yang terjadi pada tahapan unifikasi, ialah permasalahan integrasi politik dari suatu masyarakat atau pembentukan negara kesatuan.
2. Permasalahan yang terjadi pada tahapan industrialisasi, ialah permasalahan perjuangan modernisasi ekonomi dan politik, dan dalam tahap ini pemerintah dituntut untuk berfungsi sebagai pendorong pertumbuhan elit baru, seperti para professional di bidang industri dan mempromosikan prinsip-prinsip akumulasi modal.
3. Permasalahan pada tahapan social welfare, ialah permasalahan yang berkaitan dengan pergeseran peranan pemerintah untuk menjadi pelindung masyarakat dari kekerasan kehidupan industri dengan mengagendakan program-program kesejahteraan.
Ketiga tahapan di atas merupakan pendekatan yang terlebih dahulu dikemukakan oleh Thomas M Franck dan Organski.4
Menurut penulis, tiga (3) tahapan sebagai penghambat masuknya para penanam modal asing dapat dianggap tepat, tetapi penulis juga berpandangan sama dengan pendapat dari Satjipto Rahardjo yang menjelaskan bahwa, ”hukum dapat digolongkan ke dalam faktor penggerak yang dapat memberikan dorongan pada pertama kali secara sistematik sesuai dengan harapan”.5 Oleh karena itu, hambatan utama di dalam menarik para penanam modal terletak pada kemampuan hukum untuk mengatur, mengarahkan, dan membina setiap kebijakan politik, dinamika sosial, serta hambatan-hambatan lainnya. Selaras dengan pendapat tersebut, telah sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, yang menjelaskan bahwa ”hukum sebagai sarana pembangunan”.
Penjelasan di atas, telah menitik beratkan pada penerapan metoda analisis ekonomi atas hukum, atau yang umumnya dikenal sebagai “Economic Analysis of Law”. Metoda ini muncul pertama kali melalui pemikiran utilitarianisme Jeremy Bentham (1789), yang menguji secara sistemik bagaimana orang bertindak berhadapan dengan insentif-insentif hukum dan mengevaluasi hasil-hasilnya menurut ukuran-ukuran kesejahteraan sosial (social welfare). Pemikiran utilitarianisme hukum Bentham tersebut tersebar dalam tulisan-tulisannya berupa analisis atas hukum pidana dan penegakannya, analisis mengenai hak milik (hukum kepemilikan), dan ’substantial treatment’ atas proses-proses hukum.
Pemikiran-pemikiran yang dikemukakan oleh Bentham di atas, lebih berkembang pada awal tahun 1970, setelah lahirnya pemikiran-pemikiran dari Ronald Coasei (1960), dengan artikelnya yang membahas permasalahan eksternalitas dan tanggung jawab hukum; Becker (1968), dengan artikelnya yang membahas kejahatan dan penegakan hukum; Calabresi (1970), dengan bukunya mengenai hukum kecelakaan; dan Posner (1972), dengan buku teksnya yang berjudul “Economic Analysis of Law” dan penerbitan “Journal of Legal Studies”.6
Secara garis besar, dengan menggunakan analisis ekonomi atas hukum menerapkan pendekatannya untuk memberikan sumbangan pikiran atas dua permasalahan dasar mengenai aturan-aturan hukum, yaitu analisis yang bersifat ‘positive’ atau ‘descriptive’, yang berkenaan dengan pertanyaan apa pengaruh aturan-aturan hukum terhadap tingkah laku orang yang bersangkutan (the identification of the effects of a legal rule), serta analisis yang bersifat ‘normative’, yang berkenaan dengan pertanyaan apakah pengaruh dari aturan-aturan hukum sesuai dengan keinginan masyarakat (the social desirability of a legal rule). Oleh karena itu, analisis ekonomi atas hukum, sangat berkaitan dengan dua permasalahan dasar, yaitu pendekatan yang biasa dipakai dalam analisis ekonomi secara umum, yakni menjelaskan tingkah laku, baik manusia secara perorangan maupun perusahaan-perusahaan, yang berwawasan ke depan (forward looking) dan rasional, serta mengadopsi kerangka kesejahteraan ekonomi untuk menguji keinginan masyarakat.7


Penyelesaian:
Untuk menarik investor luar negeri pemerintah harus aktif dalam mempromosikan apa yg menjadi potensi negara kita ini dan harus memiliki tiga prasyarat yang perlu diperhatikan seperti di atas , yaitu :
1. Tersedianya hukum yang ramah terhadap pasar (market-friendly laws);
2. Adanya kelembagaan yang mampu secara efektif menerapkan dan menegakkan hukum yang bersangkutan;
3. Adanya kebutuhan dari para pelaku pasar atas hukum dan perundang-undangan yang dimaksud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar